(BAGIAN 18)
PERUMPAMAAN ORANG YANG BERDO'A KEPADA SELAIN ALLAH
CARA MENGHILANGKAN SYIRIK
Menghilangkan syirik kepada Allah, belum akan sempurna kecuali dengan menghilangkan tiga macam syirik:
PERUMPAMAAN ORANG YANG BERDO'A KEPADA SELAIN ALLAH
- Allah Subhanahu wata'ala berfirman:
"Hai manusia, telah dibuat perumpamaan, maka dengarkanlah olehmu perumpamaan itu. Sesungguhnya segala yang kamu seru selain Allah sekali-kali tidak dapat menciptakan seekor lalat pun, walaupun mereka bersatu untuk menciptakannya. Dan jika lalat itu merampas sesuatu dari mereka, tiadalah mereka dapat merebutnya kembali dari lalat itu. Amat lemahlah yang menyembah dan amat lemah (pulalah) yang disembah." (Al-Hajj: 73)
Allah menyeru kepada segenap umat manusia agar mendengarkan perumpamaan agung yang telah dibuatNya, dengan mengatakan:
"Sesungguhnya para wali dan orang-orang shalih serta lainnya yang kamu berdo'a kepadanya agar menolongmu saat kamu berada dalam kesulitan, sungguh mereka tak mampu melakukannya. Meskipun sekedar menciptakan makhluk yang sangat kecil pun mereka tidak bisa. Menciptakan lalat, misalnya. Bahkan jika lalat itu mengambil dari mereka sejumput makanan atau minuman, mereka tak mampu merebutnya kembali. Ini merupakan bukti atas kelemahan mereka, juga kelemahan lalat. Jika demikian halnya, bagaimana mungkin engkau berdo'a kepada mereka, sebagai sesembahan selain Allah?"
Perumpamaan di atas merupakan pengingkaran dan penolakan yang amat keras terhadap orang yang berdo'a dan bermohon kepada selain Allah, baik kepada para nabi atau wali.
- Allah berfirman:
"Hanya bagi Allah lah(hak mengabulkan) do'a yang benar. Dan berhala-berhala yang mereka sembah selain Allah tidak dapat memperkenankan sesuatu pun bagi mereka, melainkan seperti orang yang membukakan kedua telapak tangannya ke dalam air supaya sampai air ke mulutnya, padahal air itu tidak dapat sampai ke mulutnya. Dan do'a (ibadah) orang-orang kafir itu, hanyalah sia-sia belaka." (Ar-Ra'ad: 14)
Ayat di atas mengandung pengertian bahwa do'a, yang ia merupakan ibadah, wajib hanya ditujukan kepada Allah semata.
Orang-orang yang berdo'a dan memohon kepada selain Allah, tidak mendapatkan manfaat dari orang-orang yang mereka sembah. Mereka tidak bisa memperkenankan do'a barang sedikitpun.
Menurut riwayat dari Ali bin Abi Thalib , menjelaskan perumpamaan orang yang berdo'a kepada selain Allah yaitu seperti orang yang ingin mendapatkan air dari tepi sumur (hanya) dengan tangannya. Maka hanya dengan tangannya itu, tentu dia tidak akan mendapatkan air selama-lamanya, apatah lagi lalu air itu bisa sampai ke mulutnya?"
Menurut Mujahid," (seperti orang yang) meminta air dengan lisannya sambil menunjuk-nunjuk air tersebut (tanpa berikhtiar selainnya), maka selamanya air itu tak akan sampai padanya."
Selanjutnya Allah menetapkan, bahwa hukum orang-orang yang berdo'a kepada selain Allah adalah kafir, do'a mereka hanya sia-sia belaka. Allah berfirman:
"Dan do'a (ibadah) orang-orang kafir itu, hanyalah sia-sia belaka." (Ar-Ra'ad: 14)
Maka dari itu, wahai saudaraku sesama muslim, jauhilah dari berdo'a dan memohon kepada selain Allah. Karena hal itu akan menjadikanmu kafir dan tersesat. Berdo'alah hanya kepada Allah semata, sehingga engkau termasuk orang-orang beriman yang mengesakan-Nya.
CARA MENGHILANGKAN SYIRIK
Menghilangkan syirik kepada Allah, belum akan sempurna kecuali dengan menghilangkan tiga macam syirik:
- Syirik dalam perbuatan Tuhan:
Yaitu beri'tikad bahwa di samping Allah, terdapat pencipta dan pengatur yang lain. Sebagaimana yang diyakini sebagian orang-orang shufi, bahwa Allah menguasakan sebagian urusan kepada beberapa waliNya untuk mengaturnya. Suatu keyakinan, yang hingga orang-orang musyrik sebelum Islam pun tidak pernah mengatakannya. Bahkan ketika Al-Qur'an menanyakan siapa yang mengatur segala urusan, mereka menjawab: "Allah". Seperti ditegaskan dalam firmanNya:
"Dan siapakah yang mengatur segala urusan? Mereka menja-wab 'Allah'." (Yunus: 31)
Penulis pernah membaca kitab "Al-Kaafii Firrad alal Wahabi" yang pengarangnya seorang shufi. Di antara isinya adalah, "Sesung-guhnya Allah memiliki beberapa hamba yang bila mengatakan kepada sesuatu; Jadilah! Maka ia akan terjadi."
Sungguh dengan tegas Al-Qur'an mendustakan apa yang ia dak-wahkan itu. Allah berfirman:
"Sesungguhnya perintahNya apabila Dia menghendaki sesuatu hanyalah berkata kepadanya, "Jadilah!" maka terjadilah ia." (Yaasiin: 82)
"Ingatlah, menciptakan dan memerintahkan hanyalah hak Allah." (Al-A'raaf: 54)
- Syirik dalam ibadah dan do'a:
Yaitu di samping ia beribadah dan berdo'a kepada Allah, ia beribadah dan berdo'a pula kepada para nabi dan orang-orang shalih.
Seperti istighatsah (meminta pertolongan) kepada mereka, berdo'a kepada mereka di saat kesempatan atau kelapangan. Ironinya, justru hal ini banyak kita jumpai di kalangan umat Islam. Tentu, yang menanggung dosa terbesarnya adalah sebagian syaikh (guru) yang mendukung perbuatan syirik ini dengan dalih tawassul.
Mereka menamakan perbuatan tersebut dengan selain nama yang sebenarnya. Karena tawassul adalah memohon kepada Allah dengan perantara yang disyari'atkan. Adapun apa yang mereka lakukan ada-lah memohon kepada selain Allah. Seperti ucapan mereka:
"Tolonglah kami wahai Rasulullah, wahai Jaelani, wahai Badawi ..."
Permohonan seperti di atas adalah ibadah kepada selain Allah, sebab ia merupakan do'a (permohonan). Sedangkan Rasulullah Shallallahu'alaihi wasallam bersabda:
"Do'a adalah ibadah." (HR. At-Tirmidzi, ia berkata, hadits hasan shahih)
Di samping itu pertolongan tidak boleh dimohonkan kecuali kepada Allah semata. Allah berfirman:
"Dan (Allah) membanyakkan harta dan anak-anakmu," (Nuh: 12)
Termasuk syirik dalam ibadah adalah "syirik hakimiyah". Yaitu jika sang hakim, penguasa atau rakyat meyakini bahwa hukum Allah tidak sesuai lagi untuk diterapkan, atau dia membolehkan diberlaku-kannya hukum selain hukum Allah.
- Syirik dalam sifat:
Yaitu dengan menyifati sebagian makhluk Allah, baik para nabi, wali atau lainnya dengan sifat-sifat yang khusus milik Allah. Mengetahui hal-hal yang ghaib, misalnya. Syirik semacam ini banyak terjadi di kalangan shufi dan orang-orang yang terpengaruh oleh mereka. Seperti ucapan Bushiri, ketika memuji Nabi Shallallahu'alaihi wasallam:
"Sesungguhnya, di antara kedermawananmu adalah dunia dan kekayaan yang ada di dalamnya Dan di antara ilmumu adalah ilmu Lauhul Mahfuzh dan Qalam.
Dari sinilah kemudian terjadi kesesatan para dajjal (pembohong) yang mendakwakan dirinya bisa melihat Rasulullah dalam keadaan jaga. Lalu menurut pengakuan para dajjal itu mereka menanyakan kepada beliau tentang rahasia jiwa orang-orang yang bergaul dengan-nya. Para dajjal itu ingin menguasai sebagian urusan manusia. Padahal Rasulullah semasa hidupnya saja, tidak mengetahui hal-hal yang ghaib tersebut, sebagaimana ditegaskan oleh Al-Qur'an:
Dari sinilah kemudian terjadi kesesatan para dajjal (pembohong) yang mendakwakan dirinya bisa melihat Rasulullah dalam keadaan jaga. Lalu menurut pengakuan para dajjal itu mereka menanyakan kepada beliau tentang rahasia jiwa orang-orang yang bergaul dengan-nya. Para dajjal itu ingin menguasai sebagian urusan manusia. Padahal Rasulullah semasa hidupnya saja, tidak mengetahui hal-hal yang ghaib tersebut, sebagaimana ditegaskan oleh Al-Qur'an:
"Dan sekiranya aku mengetahui yang ghaib, tentulah aku mem-buat kebajikan yang sebanyak-banyaknya dan aku tidak akan ditimpa kemudharatan." (Al-A'raaf: 188)
Jika semasa hidupnya saja beliau tidak mengetahui hal-hal yang ghaib, bagaimana mungkin beliau bisa mengetahuinya setelah beliau wafat dan berpindah ke haribaan Tuhan Yang Maha Tinggi? "Ketika Rasulullah Shallallahu'alaihi wasallam mendengar salah seorang budak wanita mengatakan, 'Dan di kalangan kita terdapat Nabi yang mengetahui apa yang terjadi besok hari.' Maka Rasulullah Shallallahu'alaihi wasallam berkata kepadanya,
"Tinggalkan (ucapan) ini dan berkatalah dengan yang dahulu-nya (biasa) engkau ucapkan'." (HR. Al-Bukhari)
Kepada para rasul itu, memang terkadang ditampakkan sebagian masalah-masalah ghaib, sebagaimana ditegaskan dalam firman Allah:
"(Dia adalah Tuhan) Yang Mengetahui yang ghaib, maka Dia tidak memperlihatkan kepada seorang pun tentang yang ghaib itu, kecuali kepada rasul yang diridhaiNya." (Al-Jin: 26-27)
Jika semasa hidupnya saja beliau tidak mengetahui hal-hal yang ghaib, bagaimana mungkin beliau bisa mengetahuinya setelah beliau wafat dan berpindah ke haribaan Tuhan Yang Maha Tinggi? "Ketika Rasulullah Shallallahu'alaihi wasallam mendengar salah seorang budak wanita mengatakan, 'Dan di kalangan kita terdapat Nabi yang mengetahui apa yang terjadi besok hari.' Maka Rasulullah Shallallahu'alaihi wasallam berkata kepadanya,
"Tinggalkan (ucapan) ini dan berkatalah dengan yang dahulu-nya (biasa) engkau ucapkan'." (HR. Al-Bukhari)
Kepada para rasul itu, memang terkadang ditampakkan sebagian masalah-masalah ghaib, sebagaimana ditegaskan dalam firman Allah:
"(Dia adalah Tuhan) Yang Mengetahui yang ghaib, maka Dia tidak memperlihatkan kepada seorang pun tentang yang ghaib itu, kecuali kepada rasul yang diridhaiNya." (Al-Jin: 26-27)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar